Jika anda berkesempatan mengunjungi Kabupaten Ende, ada baiknya mampir sejenak ke Kampung Adat Saga.

Kampung Adat Saga merupakan salah satu desa adat kuno yang berlokasi di ujung selatan puncak bukit tertinggi Desa Saga, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.

Saga sendiri berartikan suara yang berwibawa, suara terhormat atau suara terpandang.

Jaraknya tidak terlalu jauh dari pusat Kota Kabupaten Ende, sekitar 32 KM atau membutuhkan waktu tempuh sekitar satu jam.

Namun, jika anda dari Taman Nasional Kalimutu, jarak yang dibutuhkan untuk sampai di kampung Adat Saga lumayan lebih jauh, sekitar 44 kilometer.

Mengunjungi Kampung adat Saga, anda akan menyaksikan kearifan local yang berbalur dengan alam dan masih terus dilestarikan hingga saat ini.

Baca juga : Inilah 7 Kain Tenun Khas Flores Yang Terkenal

Topografi Kampung Adat Saga

Kampung Adat Saga
Source – Gmaps Hardy Maranatha

Kampung Adat Saga menjadi menarik karna kondisi topografisnya yang berbukit-bukit,

Berbeda dengan kampung adat lainnya. Di Kampung adat Saga kita akan menyaksikan rumah adat yang berbeda tingkatan posisi.

Bukan hanya perbedaan tingkatan tanah, namun juga terdapat makna simbolis. Semakin keatas posisi rumah adat, maka semakin tinggi pula jabatannya di kampung Saga

Kondisinya yang berada di puncak perbukitan, menjadikan kampung ini terasa sejuk dan damai serta Jauh dari kebisingan kota.

Di awal masuk kampung terdapat gapura penanda, bertuliskan “Selamat Datang di Kampung Adat Saga”. Masyarakatnya juga ramah, membuat wisatawan betah berlama-lama di Kampung Adat Saga.

Rumah Adat Kampung Saga

Rumah Adat Kampung Saga
Rumah Adat Kampung Saga – Who Naski

Setiap Kampung adat pasti memiliki ciri khas rumah adat. Di Kampung Adat Saga, rumah adatnya disebut Sa’o

Uniknya rumah adat Saga, terlihat dari pondasi nya yang terbuat dari batu ceper berukuran besar. Posisinya seperti ditanam pada tanah, sehingga mampu menopang beban rumah.

Ketinggian batu yang dibutuhkan sebagai penopang, sekitar 60 sampai 100 cm dari permukaan tanah. Meskipun hanya berpondasi dari bebatuan tapi rumah adat Saga terbukti kuat.

Rumah Adat Saga
Rumah Adat Saga – Gmaps (Hartini Haris)

Dinding rumah adat saga terbuat dari kayu, sedangkan atapnya terbuat  dari ilalang yang diikat menggunakan tali ijuk. Bentuknya kerucut, dengan terdiri dari empat sisi, dengan tinggi sekitar 7 meter.

Sedangkan lantai nya disusun sejajar, lantai luar disusun lebih rendah dibandingkan lantai dalam rumah. Hal ini dikarnakan lantai luar digunakan untuk menjamu tamu.

Sebelum proses pembangunan rumah adat So’a, masyarakat kampung adat Saga terlebih dulu melakukan ritual sebagai bentuk permohonan izin pada alam dan leluhur.

Kampung Adat Saga setelah Gempa

Kampung Adat Saga
Kampung Adat Saga – Agung Wierawan

Kampung adat saga dulunya dihuni oleh banyak penduduk, hanya saja ketika tahun 1992 terjadi gempa di Flores, sehingga mengakibatkan banyak rumah di kampung adat Saga menjadi rusak.

Kampung adat Saga sekarang dihuni oleh 22 rumah, semakin keatas posisi rumah, semakin penting keududukannya.

Di Kampung Adat Saga juga terdapat sebidang tanah yang digunakan untuk ritual bernyanyi masyarakat kampung adat Saga, dengan ditengahnya terdapat bebatuan yang digunakan untuk persembahan sesaji.

Di Kampung Saga, semakin atas semakin disakralkan, dan tidak boleh dikunjungi oleh sembarang orang. Di Kampung ini juga terdapat Sa’o Nggua, yang merupakan rumah untuk tetua adat

Ciri dari rumah Sa’o Nggua yakni terdapat tubu saga atau tiang, tiang ini terbuat dari batu atau kayu yang tidak mudah lapuk.

Di puncak kampung adat Saga juga terdapat rumah Dala Wolo, yang merupakan leluhur pendiri kampung adat Saga.

Ritual Adat di Kampung Adat Saga

Ritual Adat di Kampung Adat Saga
Ritual Adat di Kampung Adat Saga – Yanuz Poto

Di Kampung adat Saga, masyarakatnya masih sangat menjaga tradisi leluhur, salah satu ritual adat yang tetap diselenggarakan hingga saat ini adalah Nggua.

Nggua merupakan pesta adat untuk mensyukuri keberhasilan panen padi. Ritual ini dilaksanakan di bulan September, dan dipimpin ole Mosalaki atau Kepala Suku.

Ritual adat dimulai dari menentukan tempat pembukaan lahan baru (uma wolo). Kemudian dilanjutkan dengan ritual ngeti, setelah itu dilakukan pembersihan ladang.

Kemudian ucapara seru fata atau tolak balak dengan harapan lahan tersebut bebas hama dan mendapatkan hasil panen yang melimpah.

Setelah ladang disiapkan kemudian dilakukan Tedo atau penanaman padi yang dipimpin oleh Kepala Suku.

Setelah tanaman berumur tiga bulan, dilakukan upacara Nggua Uta dengan memakan kacang-kacangan.

Makan kacang-kacangan memiliki makna tertentu yakni melambangkan keturunan yang tidak terhenti karna buahnya yang tersusun.

Setelah panen dilakukan upacara Keti Pare. Pare dalam Bahasa masyarakat setempat merupakan padi, yang kemudian disimpan di lumbung.

Baca juga : 6 Tips Memilih Open Trip ke Labuan Bajo

Gawi Sodha
Gawu Sodha – Gmaps (Fachrudin Thalib)

Serangkaian acara adat diakhiri dengan Gawi Sodha atau menari bersama.

Sebelum melakukan tarian, Mosalaki menuangkan arak dan menyiapkan sesaji pada leluhur dengan meletakkannya di batu yang posisinya berada di tengah-tengah para penari.

Ritual tarian ini dilaksanakan dengan melingkar, yang para penari saling berpegangan tangan sebagai bentuk persatuan dari masyarakat Kampung Adat Saga

Jika anda tertarik untuk mengunjungi Kampung Adat Saga, datanglah di bulan September. Agar bisa sekalian menyaksikan ritual Nggua.

 

You might also enjoy:

× Chat Admin