Berkunjung ke Kabupaten Ngada, kita akan disuguhkan dengan pemandangan gunung tertinggi di Nusa Tenggara Timur, Gunung Inerie namanya.
Gunung Inerie memiliki ketinggian 2.245 diatas permukaan laut, keelokan gunung Inerie memiliki daya pikat tersendiri bagi pecinta hiking.
Selain menyuguhkan panorama alam yang menakjubkan, di kaki gunung Inerie juga terdapat Kampung Adat yang menarik untuk kita kunjungi.
Orang menyebutnya Kampung Adat Maghilewa, Kampung adat yang dibangun di bagian Selatan kaki gunung Inerie.
Secara administrasi Kampung ini terletak di Desa Inerie, Kecamatan Inerie, kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.
Lokasi Kampung Adat Maghilewa jika dari Bajawa membutuhkan waktu sekitar 1 jam 45 menit, dengan jarak tempuh yang dibutuhkan 59 KM.
Baca juga : Keunikan Kampung Adat Wologai Ende
Eksotisme Kampung Adat Maghilewa
Maghilewa berasal dari dua kata “Maghi” dan “Lewa”. “Maghi” merupakan arti dari pohon lontar, dan “Lewa” artinya Panjang dan tinggi.
Secara garis besar Maghilewa berarti pohon lontar yang Panjang dan tinggi, yang tumbuh di Tengah kampung, dan menjadi penanda dari Kampung Adat Maghilewa.
Sayangnya saat ini pohon lontar tersebut sudah ditebang.
Mengunjungi kampung Adat Maghilewa, kita tidak akan berhenti untuk dibuat berdecak kagum akan pemandangan alam nya.
View gunung Inerie yang menjulang ke langit, dengan disertai udara yang sejuk, damai dan menenangkan.
Kampung Adat Maghilewa memiliki kontur tanah yang berundak, sehingga menambah kesan eksotis nan cantik.
Jika berkesempatan untuk mengunjungi Kampung Adat Maghilewa, jangan lupa untuk mengabdikannya dengan berfoto.
Berlatarkan gunung Inerie dan suasana kampung yang asri menjadikan moment wisata anda semakin berkesan.
Rumah Adat Maghilewa
Setiap Kampung Adat memiliki ciri khas rumah adat, begitu pula di Kampung Adat Maghilewa.
Di Kampung Adat Maghilewa terdapat 17 rumah adat, yang dalam Bahasa setempat disebut Sa’o Meze atau rumah besar.
Pondasi rumah adat Maghilewa terbuat dari bebatuan, yang disusun dengan rapi. Lantai dan dindingnya terbuat dari kayu, Sedangkan atas dari Rumah Adat terbuat dari alang-alang yang diikatkan dengan tali ijuk.
Pada tiang bagian depan rumah terdapat tanduk kerbau, yang menyimbolkan kejayaan penghuni rumah.
Struktur Bangunan Rumah Adat Maghilewa
Rumah Adat Maghilewa terdiri dari beberapa bagian, diawali dari Pali Wai sebagai tempat menyimpan alas kaki.
Kemudian Teda Moa atau teras, setelah itu Teda One atau serambi utama. Jarak teras dengan serambi dipisahkan oleh dinding kayu berukuran sekitar setengah meter.
Setelah itu ada Tolo Pena atau Singgasana, kemudian One Sao yang merupakan bagian dalam rumah.
Di dalam rumah Adat terdapat Mata Raga yang merupakan singgasana kecil, diperuntukkan sebagai tempat memberikan sejaji pada leluhur.
Pada dinding rumah adat terdapat ukiran Weti Sao. Dalam ukiran tersebut terdapat Manulala atau ayam Jantan, bela atau anting-anting, zegu yang merupakan tanduk kerbau dan Djara yang merupakan kuda.
Ayam dan kerbau merupakan hewan yang seringkali menjadi sesaji dalam ritual adat. Sedangkan kuda melambangkan kendaraan yang biasa digunakan oleh Masyarakat Kampung Adat.
Di Kampung Adat Maghilewa tedihuni oleh beberapa suku, seperti Suku Thuru Woe Ruma, Kutu, Kemo, suku Poso dan Suku Boro.
Setiap suku ini memiliki rumah adat, Ngadhu, Bhaga dan Ture. Itulah keistimewaan dari Maghilewa
Budaya Kampung Adat Maghilewa
Setiap akhir tahun, tepat nya di bulan Desember dilaksanakan upacara adat Reba. Upacara Reba sebagai wujud Syukur kepada Dewa Zeta Nitu Zale, yang merupakan wujud tertinggi dalam kepercayaan Masyarakat Ngada.
Upacara ini biasanya berlangsung selama Desember hingga Februari dengan 3 tahapan.
- Tahapan pertama, Kobe Dheke yang merupakan peristiwa warga Ngada yang Kembali pada tanah kelahiran atau rumah induk.
Tahapan ini mengingatkan warga Ngada akan kebaikan leluhur, yang senantiasa menjaga nya. Pada tahapan warga Ngada akan bersilaturahmi dan memberi makan leluhur pendahulu nya
- Tahapa kedua, Kobe Dhoi. Pada tahapan ini ditandai dengan pengangkatan ubi tingi-tinggi.
Ubi memiliki simbolis sangat dalam, yang diyakini sebagai roti kehidupan Masyarakat Ngada.
- Tahapan ketiga, Kobe Sui yang memiliki arti perkawinan. Pada tahapan ini disampaikan Kembali nilai-nilai kehidupan, dan kebijaksanaan dalam menjalankan hidup.
Dalam upacara adat Reba juga dimeriahkan dengan adanya tarian Ja’i, merupakan tarian adat yang sangat populer di Kabupaten Ngada.
Saat pelaksaan ritual adat Reba, Masyarakat umumnya menggunakan pakaian adat dengan dilengkapi Boku.
Boku merupakan kain penutup kepala, yang diikatkan dengan cara dililit dan menyerupai kerucut.
Selain menggunakan Boku, mereka juga menggunakan Mari Ngia yang merupakan secarik kain dengan dekorasi khusus melambangkan mahkota.
Pihak laki-laki akan membawa parang pada sisi tangan kanan. Kemudian ada juga Lue yang bentuknya melingkari badan, yang memiliki makna simbolis bahwa dalam hidup ada Batasan.