Belum lengkap rasanya jika kita berkunjung ke Labuan Bajo tanpa mampir ke Desa Komodo.
Desa Komodo merupakan satu-satunya Desa yang berada di Taman Nasional Komodo (TNK) Nusa Tenggara Timur. Tempat dimana berlangsungnya kehidupan hewan Komodo.
Taman Nasional Komodo (TNK) sendiri sudah diakui dunia sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO sejak tahun 1991. Dan juga mendapatkan pengakuan sebagai New Seven Wonders of Nature oleh New 7 Wonders Foundation di tahun 2012.
Komodo merupakan hewan purba yan masih hidup dan berlangsung dengan baik di Indonesia, sehingga tak heran jika Komodo mendapatkan banyak peng anugrahan dari dunia.
Meskipun Komodo tergolong hewan buas, namun siapa sangka ternyata Komodo hidup berdampingan dengan manusia. Berikut keunikan Desa Komodo :
1. Hidup Berdampingan antara Komodo dan Manusia
Pulau Komodo merupakan pulau paling ujung di Kabupaten Manggarai barat, untuk bisa sampai ke pulau Komodo kita harus mengendarai perahu.
Sesampainya di pulau Komodo kita akan disuguhkan oleh pemadangan perbukitan, tempat habiat asli Komodo. Dan di bawahnya terdapat perkampungan warga.
Sesekali kita temui Komodo berada di perkampungan warga untuk mencari hewan sebagai makanannya.
Rantai makanan dari Komodo adalah Rusa, Namun banyaknya pemburuan liar atas rusa sehingga Komodo juga memangsa hewan peliharaan warga seperti ayam ataupun kambing.
Pada tahun 2019 jumlah penduduk di Desa Komodo mencapai 1.719 jiwa, dengan kurang lebih terdapat 448 Kepala Keluarga. Jumlah penduduk ini senatiasa bertambah setiap tahunnya.
Sedangkan jumlah populasi hewan Komodo di Pulau Komodo mencapai 3.303 ekor di tahun 2021.
Ketika berkunjung ke Desa Komodo kita akan ditemani oleh pemandu dari balai konservasi, biasanya untuk 10 wisatawan terdapat 2 pemandu.
Pemandu ini senantiasa membawa tongkat kayu, sebagai perlindungan diri Ketika bertemu dengan Komodo.
Terlebih air liur Komodo dikenal mematikan karna banyak nya bakteri yang terkadung di dalamnya sehingga dapat menyebabkan infeksi, bahkan di rahang Komodo juga terdapat kelenjar racun.
Bagi Wisawatan diharapkan agar senantiasa berhati-hati dan mematuhi arahan dari pemandu konservasi.
Untuk tiket masuk menuju Desa Komodo, apabila mengacu pada Peraturan Pemerintah sebesar Rp 300.000 untuk wisatwan local, dan Rp 450,000 untuk wisatawan mancanegara.
2. Kepercayaan Masyarakat Setempat
Alasan manusia bisa hidup berdampingan dengan Komodo, meskipun hewan Komodo terbilang buas, adalah adanya kepercayaan masyarakat setempat.
Masyarakat Desa Komodo percaya bahwa hewan Komodo adalah saudara sedarah atau sebae yang dalam Bahasa masyarakat setempat yang berartikan kembar.
Berdasarkan legenda, Komodo merupakan kembaran dari suku Modo yang dilahirkan oleh seorang perempuan Bernama Putri Naga.
Perempuan tersebut melahirkan dua anak, satunya manusia berjenis kelamin laki-laki dengan nama “Drom”, dan satunya “ora” atau Komodo dengan nama “Sebae”.
Manusia di pulau Komodo sudah mendiami sejak 100 tahun lalu, sehingga masyarakat setempat sangat menolak Ketika diminta untuk keluar dari pulau Komodo dengan tujuan konservasi.
Di Desa Komodo sendiri juga sudah terdapat fasilitas Pendidikan untuk jenjang sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Dasar Menengah Pertama atau SMP.
Belum terdapat fasilitas Pendidikan untuk jenjang SMA sehingga Ketika menginjak Sekolah Atas, para pelajar harus melanjutkan sekolah di luar Desa Komodo
Sedangkan mata pencaharian penduduk Desa Komodo adalah sebagian besar sebagai nelayan. Desain rumah yang terdapat di Desa Komodo, adalah rumah panggung kayu, ada pula yang terbuat dari dinding bata.
3. Komodo Culture festival
Daya Tarik lain dari Desa Komodo selain bisa menyaksikan hewan Komodo secara langsung, juga terdapat sebuah event pertunjukan atau biasa dikenal Komodo Culture Festival.
Komodo Culture Festival merupakan event yang bertujuan memperkenalkan tradisi dan budaya yang terdapat di Desa Komodo.
Festival ini dilaksanakan di bulan November, dengan jumlah penonton yang dibatasi.
Jika anda berniat untuk mengikuti serangkaian acara di Komodo Culture Festival, hendaknya pesan tiket dari jauh-jauh hari melalui agen wisata yang ditunjuk panitia.
Komodo Culture Festival menampilkan pertunjukan atraksi kebudayaan masyarakat setempat, seperti Kolokamba, Tari Alugere, Tari Ora, dan Drama Inamateria.
Baca juga : Menikmati Senja di Gili Lawa Labuan Bajo
Kolokamba merupakan tarian simbolis yang menceritakan perjuangan nenek moyang Bernama Umpu Dato dalam mempertahankan wilayahnya.
Kolokamba biasa dilakukan di pesisir pantai, pada saat pesta atau upacara adat dilangsungkan.
Sedangkan tari Alugere merupakan sebuah tarian yang mengisahkan kehidupan ibu-ibu yang menumbuk sagu, dan diiringi music dari bahan bambu atau biasa disebut Tembong oleh masyarakat setempat.
Itulah keunikan dari Desa Komodo, Desa yang tetap menjaga warisan nenek moyang dengan melestarikan budaya, dan ikut serta menjaga konservasi Hewan Komodo.